Oase Iman /
Follow daktacom Like Like
Kamis, 04/09/2025 07:00 WIB

PENJARAHAN SDA HARAM, KARENA SDA ITU HARTA JENIS MILIK UMUM (AL MILKIYAH AMMAH), BUKAN MILIK PRIBADI (Al MILKIYAH FARDIYAH)

PENJARAHAN
PENJARAHAN
DAKTA.COM : Penjarahan harta milik Eko Patrio, Sahroni, Uya Kuya, hingga Sri Mulyani, dalam Islam hukumnya haram. Karena, harta yang mereka miliki baik berupa rumah, kendaraan mobil, tas, jam tangan, pakaian, hingga Robot Iron Man, itu semua terkategori harta kepemilikan individu (Al Milkiyatul Fardiyah), yang dijamin haknya oleh Syariah.
 
Harta jenis kepemilikan individu/pribadi (Al Milkiyatul Fardiyah/Privat Property), dalam syariah hukumnya halal dimiliki individu. Asalkan, cara perolehannya juga halal (dari membeli, hadiah, hibah, bukan dari mencuri atau merampok).
 
Penjarahan harta milik Eko Patrio, Sahroni, Uya Kuya, hingga Sri Mulyani, selain haram juga sangat menyakiti hati pemiliknya. Namun, karena koteksnya kelakuan anggota DPR yang nir empati, masyarakat justru banyak yang gembira ria dan bahagia mendengar kabar penjarahan ini.
 
Hanya saja, ada penjarahan yang lebih dahsyat yang dilegalisasi oleh UU bikinan DPR. Penjarahan yang didukung oleh Eko Patrio, Sahroni, Uya Kuya, dan anggota DPR lainnya yang menerbitkan UU Migas, UU Minerba, dan pemerintah yang memberikan Izin Usaha Penambangan Khusus (IUPK), atau yang dulunya membuat kontrak karya (KK) dan membuat Perjanjian Kerjasama Penambangan Batubara (PKP2B).
 
Mereka, telah menjarah harta milik umum, milik masyarakat, milik rakyat, berupa tambang Batubara, Minyak, Gas, Nikel, Emas, Perak, Uranium, dll. Karena dalam Islam, seluruh barang tambang dengan deposit melimpah, baik Batubara, Minyak, Gas, Nikel, Emas, Perak, Uranium, dll, terkategori harta milik umum (Al Milkiyatul Ammah/Public Property). Harta milik umum ini, haram dikuasai oleh individu, korporasi, asing maupun aseng.
 
Dalam Islam, Low Tuck Kwong (pemilik PT Bayan Resources), Keluarga Widjaja (pemilik Grup Sinar Mas), Garibaldi Thohir (tokoh PT Adaro Energy), Theodore Rachmat (pendiri Triputra Group), dan Kiki Barki (pemilik Harum Energy), termasuk Luhut Binsar Panjaitan, Haji Isam dan Basrizal Koto yang memiliki bisnis batu bara, terkategori sebagai penjarah. Karena mereka telah merampas harta milik umum, untuk dikelola demi kepentingan pribadi dan korporasinya.
 
Penjarahan adalah mengambil harta tanpa hak, baik karena harta itu tidak diizinkan oleh pemiliknya, atau harta itu secara syar'i memang terlarang (haram) untuk dikuasai dan dimiliki.
 
Orang-orang yang mengambil harta milik Eko Patrio, Sahroni, Uya Kuya, hingga Sri Mulyani,  terkategori penjarah karena tidak mendapat izin dari pemiliknya. Sementara, korporasi yang mengambil tambang milik umum, milik rakyat, seperti korporasi milik Low Tuck Kwong, Keluarga Widjaja, Garibaldi Thohir, Theodore Rachmat, dll, juga terkategori penjarah karena barang tambang tersebut terlarang (haram) untuk dikelola dan dimiliki secara pribadi maupun korporasi.
 
Bahkan, penjarahan tambang di Indonesia bukan hanya haram. Akan tetapi juga menyengsarakan seluruh rakyat Indonesia, ditinjau dari dua perspektif:
 
Pertama, penjarahan tambang itu menjadikan negara kehilangan pemasukan dari SDA Indonesia yang kaya raya. Akhirnya, kekayaan alam Indonesia yang melimpah tidak membuat sejahtera rakyat, melainkan hanya menambah kaya raya oligarki tambang.
 
Kedua, karena APBN tidak tercukupi akibat harta tambang dan SDA dijarah, akhirnya pemerintah menjarah harta rakyat dengan pungutan pajak selangit untuk menutupi kebutuhan APBN. Seluruh rakyat dirugikan karena beban pungutan pajak.
 
Padahal, jika seluruh tambang dan SDA yang terkategori milik umum (Al Milkiyatul Fardiyah),  dikelola oleh Negara, maka APBN bisa tercukupi tanpa menarik pajak. Seluruh kebutuhan anggaran bagi layanan pemerintahan untuk rakyat, bisa dicukupi oleh duit hasil tambang dan SDA. Negara untung, rakyat bahagia dan sejahtera.
 
Karena itu, untuk menghentikan penjarahan SDA dan agar SDA Indonesia dapat menguntungkan Negara dan menyejahterakan rakyat, maka rakyat harus segera mencampakan sistem sekuler Demokrasi dan menerapkan syariah Islam secara kaffah. 
 
Penerapan syariah Islam secara kaffah, hanya bisa diwujudkan melalui tegaknya institusi Khilafah. HTI, saat belum dicabut BHP nya, telah menjelaskan secara gamblang bagaimana sistem Khilafah menerapkan syariah Islam secara kaffah dan menjadikan Islam sebagai rahmat bagi semesta alam. [].
 
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik 
Reporter : Warso Sunaryo
- Dilihat 126 Kali
Berita Terkait

0 Comments